Aku
mengendarai motorku dengan kecepatan yang tak biasa. Yachh.. aku hampir telat.
Tinggal 10 menit lagi mata kuliah pagi ini dimulai. Belum lagi pelajaran ini
diajari oleh dosen yang killer.
“Koq bisa yaa
sampai kesiangan kayak gini. Subuh aja telat tadi. Huhh… “ aku menggerutu
terhadap diriku sendiri.
Akibat
terlambat inilah akhirnya aku harus meng-gas motor ku lebih ekstra. Waktu 10
menit tidak akan cukup jika aku membawa mototr buntut ini dengan kecepatan
seperti biasanya yang mencapai 15 menit normal. Belum lagi banyak lampu merah
disana-sini.
“Tittt..tittt..”
suara mobil sebelahku mengklakson dengan kencang pertanda pengemudinya marah.
Astagfirullah.. hampir saja aku tertabrak olehnya akibat motorku terlalu
tengah.
“Ya Ampun Ira!!
Kamu hati-hati donk, mau mati kamu? Udah gx sayang lagi sama nyawa kamu?
Ingat!! Ibumu menunggumu di Kampung untuk kamu sukses. Bukan menggu mayatmu.!”
Ahh.. aku menegur diriku sendiri.
Setelah
melewati 2 lampu merah, akhirnya sekarang aku berada di lampu merah terkhir
sebelum mencapai kampus kesayanganku. Seperti biasa, pemandangan di lampu merah
ini tak asing lagi bagi masyarakat kota. Terutama sekali bagiku yang hampir
setiap hari ketemu dengan lampu merah. Pengemis, pengamen, pedagang asongan, kendaraan
bermotor yang mengambil ruas jalan sebelah kiri, dan masih banyak lagi. Tapi,,…
kali ini ada yang beda!.
Bocah kecil
itu, kira-kira berumur 12 tahun, dengan pakaian yang biasa saja,rambut yang
lumayan rapi. Dengan wajah yang masih amat lugu, berjalan dengan membawa kardus
yang ia sodorkan dari 1 motor ke motor lainya dan dengan 1 mobil ke mobil
lainya. Aku mengamati anak itu dari jauh karena memang jarak motorku agak jauh
dari dia.
Dengan wajah
yang ramah, ia mengetuk mobil pengendara, namun tak ada respon. Lalu anak itu
pergi ke mobil yang lainya. Setelah mengetuk mobil yang lainya lagi, sang
pengemudi membuka pintunya namun bukan untuk memberi sedikit uang. Tapi untuk
melambaikan tangan, seakan berkata “tidak ada uang kecil deekk..”
Aku terus
mengamati bocah kecil ini. Setelah dari mobil ia beranjak ke pengendara motor,
masih seperti yang sudah-sudah, anak itu tidak memperoleh apa-apa. Pengendara
motor itu cuek. Dan kalaupun ia menoleh ke anak itu palingan dalam hitungan
detik saja.
“Haduuhh.. apa
salahnya sich memberi uang seribu atau dua ribu perak saja pak??” fikirku
Lalu anak itu
mendekati motorku. Tapi anehnya ia melewati motorku begitu saja tanpa
menyodorkan kardus kosong itu. Sekilas aku lihat gambar yang di tempel di
kardus tersebut. Ada seorang anak yang terbaring di keranjang dengan perut yang
diperban. MasyaAllah.. mulia sekali hatimu dek.. membantu temanmu yang lagi
kesusahan dengan menggalang dana seperti ini.
Tak lama anak
itu mengetuk mobil 1 lagi yang tepat berada di belakangku. Aku menoleh.
Alhamdulillah mobil yang dibelakang ku itu terlihat memberi lembaran uang
kertas ke dalam kardusnya.
Saat aku
mengangamati bocah ini, Eh, tiba-tiba di depanku ada seorang bapak yang
menawarkan kerupuk untuk dibeli. Lantas aku membeli kerupuk meski dengan harga
yang lebih mahal dari biasa. Setidaknya dengan begitu aku bisa membantu
melariskan dagangan pedagang ini meski
tidak seberapa jumlahnya.
Setelah itu
aku memanggil bocah di lampu merah ini, ketika ia mendekat. Aku mengambil
sejumlah uang dari dompetku dan manaruhnya ke dalam kardus, yang tadinya kosong
sekarang sudah mulai berisi. Ketika ia mau pergi, aku lntas memanggilnya lagi.
“Dek sini
bentar,!”
“Iya, Kenapa,
Mbx?”
“Ini untuk
kamu!” aku memberi kerupuk tadi kepada bocah ini
“Untuk aku
mbx? Gratis?”
“enggak dek,
ngutang” jawabku berkelakar sambil tertawa.
Anak itu itu
tersipu, lalu berkata “Eh, makasih Banyak mbx, hati-hati di jalan ya?”
“iya dx,
sama-sama dan terimaksih juga” aku membalas ucapan terimakasihnya dengan
tersenyum.
Anak itu berlalu,
dan aku melihatnya dengan perasaan terharu, bangga, dan bahagia. Meski anak itu
masih kecil, tapi semngatnya dalam membantu sesama tak sekecil postur tubuhnya.
Aku salut padanya. Dengan begitu sabar, ia menyodorkan kardus sumbangan
kesana-kemari meski di bawah terik matahari yang puanass banget di siang hari
ini. Kadang suaranya tak di dengar, di abaikan, di acuh. Kadang ditatap dengan
sinis, tapi ia tetap sabar dan selalu tersenyum kepada pengendara. Tapi disaat
ada yang memasukkan uang ke dalam kardus yang sejatinya bukan untuk dia, ia
terlihat sangat bahagia. Mukanya berbinar, dan selalu mengucapkan terimakasih
kepada pengendara dan mendoakan penendara tersebut. Sepertinya kita memang
harus banyak belajar pada bocah di lampu merah ini.
Tittt… eh, ternyata
udah lampu hijau. Cuss.. aku meng-gas motorku lagi teringat dengan waktu yang
semakin sempit. Dalam hati aku berdo’a,
“Jangan terlambat, Ya Allah. Aaminnn…”
Tidak ada komentar
Thanks udah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar ya. No SARA. Syukron Jazakallah..😊