2 Tahun Pernikahan, Akankah Selalu Baik-baik Saja?


Jujur, awalnya aku sedikit bingung untuk nulis apa tentang ini. Kata-kata yang telah aku rangkai beberapa minggu yang lalu yang rencananya bakal aku tulis di Anniversary ke-2 pernikahan kami, rasanya menguap begitu saja. Lupa apa yang ingin aku katakan. Bahkan kata-kata romantis yang aku tujukan buat suami pun sempat lenyap. Aku mau ngomong apa? Mau puitis seperti apa? Ntahlah...

Di 2 tahun pernikahan ini, aku merasa aku telah melewati banyak hal dengan suami. Namun Alhamdulillah badai ujian yang saat itu rasanya luar biasa, sekarang menjadi biasa-biasa saja. Sesuai prinsipku, "Badai pasti berlalu. Semua akan baik-baik saja."

Berdamai dengan diri sendiri

Sebenarnya, ujian terbesar itu datangnya dari kami berdua. Ujian tentang ego diri, hingga ujian tentang penyamaan prinsip. Selebihnya adalah ujian hidup sebagai resiko adanya 2 kepala rumah tangga dalam satu atap. Yap! Sebagaimana yang telah pernah aku tulis sebelumnya, kami tinggal bareng mertua karena beberapa alasan.

Dengan watak yang keras ini, pernah aku merasa ntah kenapa suamiku sulit sekali memahami aku. Padahal nyatanya tidak. Ia yang juga berwatak keras, perlahan sekarang sudah memahami watakku. 

Juga aku pernah gamang karena ada 1 prinsip atau kebiasaanku yang berbeda dengan dia. Pernah galau segalau mungkin. Hingga menyalahkan diri sendiri. Aku ingin dia menyamakan kebiasaan itu dengan aku. Namun setelah beberapa kali kami berbantah karena itu, akhirnya aku menyadari menyamakan prinsip atau kebiasaan itu tidak mungkin bisa secepat yang aku mau. 

Kita adalah 2 manusia dengan latar belakang yang berbeda. Orang tua berbeda, lingkungan berbeda, pola asuh berbeda, pendidikan berbeda, dan perbedaan-perbedaan lainnya. 

Akhirnya sekarang memilih berdamai dengan diri sendiri. Me-reminder diri bahwa ini adalah keputusanku. Ini adalah tanggung jawabku. Maka biarkanlah ia berjalan sebagaimana mestinya sambil perlahan-lahan kita satukan prinsip dan terus berdo'a agar "prinsip" yang satu itu bisa kita setarakan. 

Baca juga: Madrasah pertama menjadi Ibu

Pernah bermasalah dengan mertua? 

Kedua mertuaku
Jika dibilang masalah besar, sih nggak juga. Tapi pasti pernah ada lah, ya. Dengan suami, orang tua kandung, atau orang terdekat dengan kita pun kita pernah punya masalah. Hanya saja masalah itu bukan untuk diperbesar atau dipermasalahkan lagi. Tapi, ya untuk diselesaikan. Aku pernah galau karena aku serumah dengan mertua. Over all, hubungan ku dengan mertua baik-baik saja. Namun kemudian muncul sedikit masalah dalam rumah tangga saat anakku lahir. Tentang 'pola pengasuhan', sih, intinya. Aku yang semenjak menikah tidak pernah beda pendapat dengan mertua saat itu mulai merasakan. Ternyata benar juga, ya! Kata salah satu teman ngobrol ku dulu, biasanya masalah mertua dan menantu itu akan muncul saat anak kita udah lahir. Masalah ngurus anak. 

Orang tua melakukan pengasuhan ala orang tua kita dulu, yang turun temurun, sementara aku adalah ibu muda yang baru belajar. Ditambah lagi media belajar kita adalah internet dan bertanya dengan ibu-ibu muda lainnya yang cara pengasuhan atau perawatan bayinya lebih maju, pengasuhan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, dan terkadang pola itu berbeda dengan orang tua kita. Ini seolah punya tantangan sendiri. Dua pola pengasuhan yang kadang bertentangan namun sama-sama punya niat yang baik. Tidak semua, ya! Yang berbeda. Ada satu atau dua yang berbeda pola perawatannya. Jujur, ini terkadang sempat membuat aku bingung dan pusing. Beruntung ada suami yang meredamnya. Thanks, Husband🥰

Pola asuh yang berbeda terhadap anak dengan mertua
Pernah mengalami hectic saat orang tua yang percaya bahwa jangau (semacam tumbuhan untuk obat yang baunya menyengat) mampu mengusir roh jahat yang bisa mengganggu bayi. Sementara aku tidak percaya. Terkadang beliau nyuruh bawa benda-benda tertentu untuk jaga Rendra,  anakku yang masih bayi. Tapi akhirnya aku bawa juga biar beliau nggak khawatir. Meski sudah aku bilangin sebenarnya mempercayai hal semacam itu nggak boleh dalam agama kita. Tapi, ya sudahlah. Mungkin memang udah tradisi. Tradisi adalah hal yang sangat sulit sekali untuk dihilangkan. Mau dibelahan dunia manapun, jika tradisi dihilangkan, maka orang itu akan percaya akan terjadi celaka atau musibah. Jadi aku cari aman aja, selain nggak mau dibilang tengkar atau keras kepala (Padahal itu juga, sih. Haha) 

Namun semuanya sekarang telah berlalu, baik aku maupun mertua telah melalui perbedaan dalam perawatan bayi tersebut dan anakku yang kini kian tumbuh Alhamdulillah baik-baik saja. Tak lepas dari peran suami sebagai penengah diantara kami yang aku bilang di awal tadi. Hingga sekarang, tetap aku do'akan suami supaya ia menjadi suami yang  bijak buat istrinya juga anak yang baik buat orang tuanya. Jadi dia itu pasti berat. Menenggang dua perasaan wanita dalam satu rumah. Ibu dan istrinya sendiri. Hehe...

Menurutku, 3 bulan pertama pernikahan, itu adalah masa dimana kita akan terkaget-kaget dengan sifat dan perilaku pasangan yang baru kita ketahui. Sementara kata orang, 5 tahun pertamanya, adalah masa penuh ujian terutama dalam hal ekonomi. 

Apakah kita bisa melewatinya dengan baik atau tidak? Kuncinya selalu bersabar setiap apapun ujian yang datang dalam rumah tangga. 

Belajar memahami pasangan


Aku adalah tipe orang yang keras kepala. Terkadang susah diomongi, terkadang ngotot dengan pendapat sendiri, terkadang ngeyel, dan tingkah menyebalkan lainnya yang melekat pada anak pertama. Kemudian menikah dengan anak pertama pula yang notabene-nya juga keras kepala. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kami berdua sama-sama tengkar dalam satu hal dan sama-sama tidak ingin mengalah, kan? 

Aku ingat banget, dulu aku pernah kesal dan ngetik panjang lebar di WA karena dia lama balas WA. Apalagi kalau bukan chat-an yang berisi "Kamu sibuk, ya? Hingga nggak sempat balas aku. Sesibuk apa sih?"

Atau chat intimidasi yang menyatakan seolah-olah dia lupa ke kita. "Orang itu, ya, sesibuk apapun, ia pasti menyempatkan diri untuk menghubungi pasangannya. Orang yang ia cinta. Kok, kamu enggak? Aku terus yang duluan ngubungi kamu. Aku capek nunggu WA dari kamu. Aku capek nunggu balasan WA dari kamu!", dan bla.. Blaa.. Blaa.. 

Lalu akhirnya suami yang lagi capek bekerja, dapat sms/WA kayak gitu, tambah kusut lah fikirannya. Padahal ia memang lagi sibuk hingga jarang buka HP. Dan akhirnya dia pun balas pula marah di WA. Alhasil aku merajuk. Block WA atau matikan data hp biar dia susah ngubungi kita. Ciee minta diperhatiin sih pada intinya. Wkwk.. 

Baca juga: Planning masa depan bareng pasangan

Seiring dengan semakin berlalunya waktu dan mulai belajar memahami pasangan, aku pun sekarang udah cuek aja kalau dia lama balas WA. Yang penting kita tau dimana posisi dia sekarang. WA sesekali nanya ngapain dan udah makan apa belum. Selebihnya bersikap lebih enjoy. Dan dia pun juga mulai berubah, kalau aku lagi marah di WA, dia pun tidak menanggapi serius. Malah dia berusaha menenangkan dan menanggapi sekadarnya kemarahanku hingga masalahnya tidak melebar kemana-mana. 

Hal baru yang sudah mulai ia fahami dari aku adalah, menjelang menstruasi emosiku tidak stabil. Mudah marah atau mudah sedih yang berlebihan. Jadi dia ingat ini. Kalau aku marah-marah nggak jelas atau sedih berlebihan alias terlalu baper, mulai dia berfikir "Wah sepertinya istri saya bakalan mens, nih." Wkwk. Jadi nggak kaget lagi dianya atau ikut terbawa emosi. 

Happy Anniversary yang Ke-2 Tahun


2 tahun pernikahan, aku sadar betul, usia pernikahan kami ini tidak ada apa-apanya dibanding mereka di luar sana yang udah nikah belasan hingga puluhan tahun. Yang udah banyak mengecap asam garam rumah tangga. 

2 tahun pernikahan, di usia yang masih muda ini, Alhamdulillah telah kami lalui dengan cukup baik. Lalu apakah seterusnya akan baik-baik saja seperti yang sudah-sudah? Harapannya tentu saja begitu. 

Aku menyadari, akan banyak lagi lembaran demi lembaran, episode demi episode, dan ujian demi ujian yang akan kami lewati.

Kata orang, 

Mengarungi rumah tangga itu bak mengarungi lautan luas. Suami adalah nakhodanya, istri adalah penumpangnya. Maka percayakan sepenuhnya kepada suami yang akan membawa kita melewati semua badai di lautan. Bantu ia dengan do'a karena do'a dari istri sholehah insyallah akan dikabulkan Allah.. 

2 tahun pernikahan, semoga pernikahan kami senantiasa dilimpahi keberkahan, rezki yang banyak lagi barokah, kesabaran seluas samudera, memiliki hati yang kaya, mudah berbagi, dan senantiasa bersyukur. Serta yang paling utama, do'akan kami agar hubungan kami dengan Allah semakin membaik. Aamiinn.. 

5 komentar

  1. MashaAllah udah 2 th ya mba, saya udah 15 th berumah tangga masih selalu ada hal yg diperdebatkan hehe. Happy anniversary mba, bahagia selalu dunia akhirat bersama keluarga

    BalasHapus
  2. Memang pernikahan itu selalu ada lika-likunya. Apalagi beda latar belakang keluarga. Harus pandai-pandai untuk memahami pasangan juga.

    BalasHapus
  3. MasyaAllah sudah 2 tahun ya. barakallah ya Nengsih.💕 Kunci rumah tangga awet itu kata org tua dulu hrs byk bersabar dan bersyukur. Semangat ya Nengsih, berkah selalu dan awet till Jannah. Aamiin.

    BalasHapus
  4. sehat dan sejahtera selalu ya kak :D semangat membangun rumah tangga yaa

    BalasHapus
  5. Barakallah ya neng udah melewati 2 tahun penuh lika liku
    Hehe betul ada ada aja nih cobaannya tapi jangan putus komunikasi ke suami apapun itu karena itu jadi penguat kita

    BalasHapus

Thanks udah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar ya. No SARA. Syukron Jazakallah..😊

Komunitas BRT Nerwork

Komunitas BRT Nerwork
Logo Komunitas BRT Network

Komunitas Mama Daring

Komunitas Mama Daring
Logo Mama Daring